PUSARAN.CO _ Eksploitasi dan kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia masih sering terjadi. Disinyalir penyebab dari kasus ini muncul karena berbagai faktor, seperti faktor Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Wakil Gubernur (Wagub) Maluku Utara, M. Al Yasin Ali, dalam sebuah kesempatan, tepatnya pada Rakor Koordinasi Aparat Penegak Hukum (APH) Kabupaten/kota se – Provinsi Maluku Utara, yang baru-baru ini dilaksanakan (7/3/2023), mengatakan bahwa dari segi Perspektif Hukum, fenomena ini muncul diduga karena minimnya ketentuan-ketentuan yang memuat perlindungan hukum yang tertuang di dalam peraturan perundang-undangan.
Selain itu, tidak konsistennya implementasi terhadap peraturan tersebut oleh pemerintah, atau kurang seriusnya proses penegakan hukum ketika terjadi kasus-kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
“Dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu, jaksa memegang peran penting untuk mengawal dan memastikan pemenuhan akses keadilan bagi Perempuan dan Anak,” ungkapnya.
Wagub juga menambahkan, pemenuhan akses keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam penanganan Perkara Pidana telah menjadi kebutuhan hukum di masyarakat, guna melindungi kepentingan dan hak Perempuan dan Anak ketika berhadapan dengan hukum.
Dan hal ini tentunya dilakukan secara proporsional dengan memperhatikan peran dan kedudukannya dalam perkara pidana, asas nondiskriminasi, asas perlindungan, perkembangan tindak pidana dan hukum acara pidana, termasuk penyalahgunaan ataupun pemanfaatan teknologi informasi, konvensi internasional, serta aspek hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Maluku Utara, Musrifah Alhadar dalam laporannya menuturkan, kegiatan ini bertujuan untuk menjawab tuntutan UU No 12 tahun 2023 tentang tindak pidana kekerasan yang menuntut layanan terkoordinasi, terintegrasi dan lintas fungsi bagi semua pihak, baik lembaga penegak hukum, lembaga masyarakat, UPTD PPA untuk menangani, melindungi dan memberikan layanan kepada perempuan dan anak yang menjadi korban.
Kadis Musrifah juga menyampaikan bahwa di tahun 2020 Pemerintah Pemerintah Provinsi Maluku Utara telah membentuk sebuah Unit Pelayanan Teknis yang khusus dalam pemberian layanan kepada Perempuan dan Anak korban kekerasan yang disebut Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
“Untuk 10 kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara baru Halbar, Halsel, Tikep, Ternate dan Halut sudah ada rekomendasi dan saat ini sementara di proses,” ujarnya.
Rakor dengan mengusung tema “Penanganan Terhadap Perempuan dan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum” yang di gelar di Ball Room Bela Hotel tersebut dilakukan untuk mncapai kesepakatan bersama dalam Penanganan/Pelayanan Hukum Perempuan dan Anak korban kekerasan secara terkoordinasi, terintegrasi dan lebih komprehensif dan memberikan efek jera kepada pelaku.
Rakor APH ini menghadirkan Nara Sumber dari Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA-RI, Asdep Perlindungan Khusus Anak Kememterian PPPA-RI, serta dihadiri Instansi/stakeholder terkait lingkup Pemprov Maluku Utara, yang terlibat dalam Penanganan Perempuan dan Anak korban kekerasan yang terdiri dari berbagai unsur di antaranya Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Kanwil Hukum dan HAM, serta Perhimpunan Advokasi Indonesia (PERADI). (RLS)